Jumat, 19 Juni 2015

Perkembangan Pergerakan Budi Utomo dan Sarikat Islam

Perkembangan Pergerakan Budi Utomo dan Sarikat Islam



     Semakin banyak nya putera indonesia yang mengecap dunia pendidikan dan dibarengi dengan munculnya rasa nasionalisme di Asia, hal ini juga memicu bangkit dan berkembangnya rasa nasionalisme putera-putera bangsa. 

     Pergerakan nasional ditandai oleh adanya organisasi yang sudah didukung dan didirikan oleh segenap rakyat di Nusantara. Ciri organisasi pergerakan nasional berbeda dengan pergerakan daerah, hal ini dapat kita bedakan sebagai berikut:

1.Gerakan daerah

     Gerakan daerah bercirikan sebagai berikut:

  1. Bentuk gerakannya belum diorganisasi, maka menggantungkan kepada pemimpin.
  2. Sifatnya kedaerahan, maka bersifat insidental sementara.
  3. Mengandalkan kekuatan senjata dan kekuatan gaib.
  4. Belum ada tujuan yang jelas.
  5. Gerakannya mudah bubar atau berakhir jika pemimpin mereka tertangkap.

2.Gerakan nasional

     Gerakan nasinal bercirikan sebagai berikut:

  1. Gerakannya sudah diorganisasi secara teratur.
  2. Bersifat nasional baik wilayah atau cita-cita kebangsaan.
  3. Perjuangan menggunakan taktik modern dan organisasi modern.
  4. Sudah memiliki tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.
  5. Gerakannya tangguh dan berakar di hati rakyat.

1.Budi Utomo (20 Mei 1908)

     Untuk membangkitkan jiwa kebangsaan dan rasa harga diri yang kuat terhadap seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, kaum terpelajar yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dan (pemuda) Sutomo mulai menggerakkan para pemuda dan pelajar Indonesia untuk membentuk organisasi yang akan bergerak dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik. 

Budi Utomo
     Pada tahun 1906, kaum terpelajar tersebut mulai terjun ke daerah-daerah untuk mencari dukungan moral dan material dari kaum bangsawan, para pegawai, dan dermawan agar bersedia secara aktif membantu usaha dalam memperbaiki nasib bangsanya. Dalam ceramahnya di depan para pelajar STOVIA, dr. Wahidin Sudirohusudo melontarkan keinginannya untuk mendirikan badan pendidikan yang disebut studie fonds. Ajakan tersebut mendapat sambutan hangat dari seluruh pelajar. Salah seorang pelajar STOVIA yang bernama Sutomo segera menghubungi kawan-kawannya untuk mendiskusikan mengenai nasib bangsanya. 

     Pada hari Minggu, tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya di ruang kelas Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia atau Jakarta mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Budi Utomo (Budi Luhur). Para pelajar yang aktif dalam pembentukan Budi Utomo tersebut adalah M. Suradji, Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman, Gunawan, dan Gumbreg. 

     Pada akhir pidatonya, Sutomo mengatakan, “berhasil dan tidaknya usaha ini bergantung kepada kesungguhan hati kita, bergantung kepada kesanggupan kita bekerja. Saya yakin bahwa nasib Tanah Air di masa depan terletak di tangan kita.” Ucapan itu disambut dengan tepuk tangan yang amat meriah. Budi Utomo setelah terbentuk, para pengurus dan anggotanya segera mempropagandakan mengenai maksud dan tujuan pembentukan organisasi tersebut kepada semua masyarakat, terutama kelompok pelajar, pegawai, kaum priayi, dan pedagang kecil. Propaganda itu ternyata mendapat sambutan hangat.

     Berita tentang pembentukan Budi Utomo akhirnya tersiar juga lewat surat kabar sehingga diketahui oleh pelajar-pelajar di berbagai kota. Akhirnya, para pelajar di kota-kota, seperti Yogyakarta, Magelang, dan Probolinggo ikut mendirikan cabang-cabang Budi Utomo. Nama Sutomo sebagai pendiri dan ketua umum Budi Utomo makin populer sekaligus mengundang risiko besar.

     Beberapa staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-kawannya sebagai pemberontak. Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya. Akan tetapi, kawan-kawannya mempunyai solidaritas tinggi. Jika Sutomo dikeluarkan, mereka akan ikut keluar juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo masih dipertahankan oleh pemimpin umum STOVIA, Dr. H.E. Roll sehingga ia dan kawan-kawannya tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa setiap perjuangan pasti mendapat tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka tetap tegar.

     Budi Utomo berkembang makin besar sehingga perlu menyelenggarakan kongres. Untuk keperluan itu, mereka mempersiapkan segala sesuatunya atas usaha sendiri. Dr. Wahidin berkampanye keliling daerah untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua pihak. Kongres Budi Utomo yang pertama berhasil diselenggarakan pada tanggal 5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam kongres dihasilkan beberapa keputusan penting, seperti:

  1. merumuskan tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia.
  2. kedudukan pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;
  3. menyusun kepengurusan dengan Ketua R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa Tengah);
  4. kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan
  5. wilayah gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura
  6. BU tidak ikut mengadakan kegiatan politik.

     Penyerahan pimpinan pusat organisasi oleh Sutomo kepada kaum tua tersebut mempunyai tujuan strategis berikut:

  1. menghargai kaum tua yang lebih berpengalaman;
  2. mengajak kaum tua untuk ikut memikirkan dan memajukan pendidikan rakyat lewat Budi Utomo;
  3. Sutomo dan kawan-kawannya masih harus menyelesaikan pendidikannya lebih dahulu di STOVIA, Jakarta. 

     Pada tahun awal berkembangnya Budi Utomo dapat menjadi tempat penyaluran keinginan rakyat yang ingin maju dan tempat mengabdi tokoh-tokoh terkemuka terhadap bangsanya. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat Ketua Budi Utomo, antara lain R.T. Tirtokusumo (1908–1911), Pangeran Aryo Noto Dirodjo dari Istana Paku Alam (1911–1914), R.Ng. Wedyodipura atau Radjiman Wedyoningrat (1914–1915), dan R.M. Ario Surjo Suparto atau Mangkunegoro VII (1915). Oleh karena pemimpin Budi Utomo umumnya berasal dari kaum bangsawan, banyaklah dana yang disumbangkan untuk kemajuan pengajaran. Dengan demikian, lahirlah badan bantuan pendidikan atau studiefonds yang diberi nama Darma Wara. Hal inilah yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin.

     Sejak tahun 1908 hingga tahun 1915, Budi Utomo hanya bergerak di bidang sosial dan budaya terutama pada bagian pengajaran. Namun, setelah tahun 1925 itu Budi Utomo ikut terjun ke dunia politik. Perubahan haluan ini terjadi karena adanya pengaruh dari organisasi pergerakan lain yang bercorak politik, seperti Indische Partij dan Sarekat Islam. Tujuan Budi Utomo berpolitik adalah untuk mendapat bagian dalam pemerintahan yang akan dipegang oleh golongan pelajar pribumi. 

Kegiatan Budi Utomo dalam bidang politik, antara lain sebagai berikut:

  1. Budi Utomo ikut duduk dalam komite Indie Weerbaar yang dikirim ke Negeri Belanda untuk membahas pertahanan Hindia Belanda pada tahun 1916–1917.
  2. Budi Utomo juga mengusulkan pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagi penduduk pribumi, ketika wakilnya dalam Comite Indie Weerbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda) berangkat ke Negeri Belanda.
  3. Budi Utomo berpartisipasi dalam pembentukan Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad.
  4. Budi Utomo berpartisipasi aktif sebagai anggota Volksraad, bahkan menempati dua dalam hal jumlah anggota di antara anggota pribumi.
  5. Budi Utomo mencanangkan program politiknya berupa keinginan mewujudkan pemerintahan parlementer yang berasas kebangsaan.
  6. Pada tahun 1927, Budi Utomo memprakarsai dan bergabung dalam Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) .
  7. Dokter Sutomo banyak mendirikan studieclub yang dalam praktiknya juga dapat membahas soal-soal politik. Pada tahun 1935 Indonesisch Studie Club di Surabaya bergabung dengan Sarekat Madura menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), kemudian PBI digabung dengan Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra).

     Budi Utomo dalam bidang politik meskipun kalah progresif jika dibandingkan dengan Sarekat Islam, Indische Partij, dan PNI, tetaplah sebagai pembuka jalan dan pelopor Pergerakan Nasional Indonesia. Karena peranan dan jasanya yang besar itulah, tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional dan diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia.

2.Sarekat Islam

     Pada tahun 1911 di Laweyan, Solo berdiri organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) dengan ketua Haji Samanhudi. Keinginan untuk menyaingi pedagang-pedagang Cina mendorong banyak orang ingin menjadi anggota Sarekat Dagang Islam. Tujuan Sarekat Dagang Islam semula adalah memajukan perdagangan untuk menyaingi pedagang-pedagang Cina. Namun pada akhirnya, selain memajukan perdagangan, Sarekat Dagang Islam juga ingin memajukan agama Islam. 

     Oleh karena itu, atas anjuran H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912. Sarekat Islam mempunyai beberapa tujuan, yaitu mengembangkan jiwa dagang, membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam usaha meningkatkan derajat, memperbaiki pendapat yang keliru mengenai agama Islam, hidup menurut perintah agama.

     Pada tahun 1913, Sarekat Islam menyelenggarakan kongres pertama di Surabaya dan menghasilkan beberapa keputusan, yaitu Sarekat Islam bukan partai politik, Sarekat Islam tidak bermaksud melawan Belanda, memilih HOS Cokroaminoto sebagai ketua Sarekat Islam, dan menetapkan Surabaya sebagai pusat Sarekat Islam.

     Pernyataan demikian itu, sebenarnya hanyalah di atas kertas saja dengan maksud agar tidak dicurigai oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada praktiknya, Sarekat Islam sering membahas masalah-masalah politik, memperjuangkan nasib rakyat, mendesak pemerintah agar dibentuk volksraad, dan menyebarluaskan cita-cita mencapai pemerintahan sendiri. Tentu saja hal itu menyebabkan aktivitas Sarekat Islam selalu diawasi secara ketat oleh pemerintah kolonial Belanda. 

     Sarekat Islam tetap tegar dan terus maju pantang mundur sebab Sarekat Islam dipimpin oleh orang-orang yang berjiwa merdeka dan sangat militan, seperti H.O.S Cokroaminoto, H. Agus Salim, H. Samanhudi, Abdul Muis, H. Gunawan, Wondoamiseno, Sosrokardono, dan Suryopranoto. Mereka juga pengurus besar Central Sarekat Islam. 

     Kongres kedua Sarekat Islam diselenggarakan di Surakarta. Kongres menegaskan bahwa Sarekat Islam hanya untuk rakyat biasa, pegawai pamong praja tidak boleh menjadi anggota. Pegawai pangreh praja dilarang menjadi anggota karena dikhawatirkan mereka tidak akan berani menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan nasib rakyat. Bahkan, bisa jadi mereka akan memata-matai kegiatan Sarekat Islam.

     Karena bersifat kerakyatan, Sarekat Islam cepat mendapatkan anggota. Akibatnya, Gubernur Belanda A.W.F. Idenburg ragu dan khawatir terhadap Sarekat Islam, sehingga permohonan izin pengesahan Sarekat Islam ditolak. Oleh karena itu, Sarekat Islam menyiasati hal tersebut dengan mendirikan Central Sarekat Islam (CSI) di Surabaya yang diakui Belanda.

     Setelah Central Sarekat Islam berhasil dibentuk di Surabaya (18 Maret 1916), SI segera mengadakan kongres ketiga di Bandung pada tanggal 17–24 Juni 1916. Kongres itu disebutnya sebagai Kongres Nasional Sarekat Islam dengan alasan sebagai berikut:

  1. Kongres tersebut dihadiri oleh 80 cabang Sarekat Islam lokal di seluruh Indonesia. Jumlah anggota SI pada saat itu telah mencapai 800.000 orang.
  2. Sarekat Islam bercita-cita menyatukan seluruh penduduk pribumi sebagai satu bangsa berdaulat. Kongres ini memang sengaja digunakan sebagai sarana unjuk kekuatan kesatuan umat Islam menuju kesatuan seluruh penduduk pribumi.

     Pada tahun 1917, Sarekat Islam mengadakan kongres keempat di Batavia. Dalam kongres itu, SI kembali menegaskan tujuan pembentukan organisasinya, yaitu ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres itu, SI juga mendesak agar pemerintah membentuk volksraad. Untuk itu, SI mencalonkan H.O.S. Cokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakil yang akan duduk dalam Volksraad.

     Jumlah anggota SI terus meningkat, pada tahun 1919 telah mencapai 2.250.000 orang. Akan tetapi, sangat disayangkan karena sebelum kongres keempat Sarekat Islam dilaksanakan, organisasi itu telah tersusupi ideologi sosialis kiri yang dibawa oleh Semaun, Ketua Sarekat Islam lokal Semarang. Semaun sebenarnya adalah tokoh ISDV berhalauan Marxisme. Tujuannya menyusup ke dalam tubuh SI adalah untuk menyebarkan paham sosialis kiri yang sangat radikal.

     Sehubungan dengan keadaan itu, pada tahun 1921 Central Sarekat Islam menerapkan disiplin organisasi dengan melarang anggotanya untuk merangkap menjadi anggota organisasi lain. Akibatnya, Semaun beserta pengikutnya dipecat dari Sarekat Islam. Pada tahun 1923 lewat kongresnya di Madiun (17–20 Februari 1923) Sarekat Islam mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sarekat Islam Merah pimpinan Semaun juga mengubah namanya menjadi Sarekat Rakyat yang kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1923.

     Sekian ulasan saya mengenai perkembangan pergerakan Budi Utomo serta perkembangan pergerakan Sarikat Islam. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar