Jumat, 22 Mei 2015

Teori Asam Basa Arrhenius

Teori Asam Basa Arrhenius


Svante Arrhenius
     Pada 1777, Lavoisier menyatakan bahwa oksigen adalah unsur utama dalam senyawa asam. Pada 1808, Humphry Davy menemukan fenomena lain, yaitu HCl dalam air dapat bersifat asam, tetapi tidak mengandung oksigen. Fakta ini memicu Arrhenius untuk mengajukan teori asam basa.

     Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dapat melepaskan ion H+ di dalam air sehingga konsentrasi ion H+ dalam air meningkat. Basa adalah zat yang dapat melepaskan ion OH– di dalam air sehingga konsentrasi ion OH– dalam air meningkat.

     Contoh senyawa yang tergolong asam dan basa menurut teori Arrhenius adalah sebagai berikut:

     Asam: HCl, HNO3, dan H2SO4. Senyawa ini jika dilarutkan dalam air akan terurai membentuk ion H+ dan ion negatif sisa asam.

HCI(g) → H+(aq) + CI–(aq)
H2SO4(aq) → 2H+(aq) + SO42–(aq)

     Basa: NaOH, KOH, Ca(OH)2, dan dan Al(OH)3. Senyawa ini jika dilarutkan dalam air akan terurai membentuk ion OH– dan ion positif sisa basa.

NaOH(aq) → Na+(aq) + OH–(aq)
Ca(OH)2(aq)⎯⎯→Ca2+(aq) + 2OH–(aq)

     Menurut teori Arrhenius, rumus kimia asam harus mengandung atom hidrogen (–H) dan rumus kimia basa harus mengandung gugus hidroksil (–OH).

Larutan Asam, Basa, dan Netral

     Air murni tidak dapat menghantarkan listrik karena air tidak terurai menjadi ion-ionnya (senyawa kovalen). Sesungguhnya air murni itu dapat terionisasi, tetapi konsentrasinya sangat kecil, yaitu sekitar 1 × 10–7 M. Berdasarkan penyelidikan, dapat diketahui bahwa ionisasi air bersifat endoterm dan berkesetimbangan. Persamaan reaksinya sebagai berikut.

Persamaan Reaksi ionisasi air bersifat endoterm dan berkesetimbangan

     Tetapan kesetimbangan untuk reaksi diatas:

Tetapan Kesetimbangan ionisasi air bersifat endoterm dan berkesetimbangan

     Karena air adalah zat murni, konsentrasi air tidak berubah dan dapat dipersatukan dengan tetapan kesetimbangan sehingga persamaan tetapannya menjadi:

Kw = [H+] [OH–]

     Tetapan kesetimbangan ini disebut tetapan ionisasi air, dilambangkan dengan Kw.

     Pada 25°C, nilai Kw = 1,0 × 10–14 dan pada 37°C nilai Kw = 2,5 × 10 –14. Dengan kata lain, ionisasi air bersifat endoterm. Berdasarkan nilai Kw, konsentrasi ion H+ dan ion OH– dalam air dapat dihitung. Misalnya:

[H+] = [OH–] = x maka
Kw = [x] [x] = 1,0 × 10–14, atau x = 1,0 ×10–7

     Jadi, konsentrasi ion H+ dan OH– hasil ionisasi air pada 25°C masing-masing sebesar 1,0 × 10–7.

     Jika dalam larutan terdapat konsentrasi molar ion H+ sama dengan konsentrasi molar ion OH–, yakni [H+] = [OH–], larutan tersebut dinyatakan bersifat netral (serupa dengan air murni).

     Menurut Arrhenius, suatu larutan bersifat asam jika konsentrasi H+ dalam larutan meningkat. Artinya, jika dalam larutan terdapat [H+] > [OH–], larutan bersifat asam. Sebaliknya, jika dalam larutan [H+] < [OH–], larutan bersifat basa.

     Sekian ulasan saya mengenai teori asam basa menurut Arrhenius beserta penjelasannya. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar